SATU
Maling, maling, maling, maling
Kita kejar, janganlah berpaling
Tapi siapa sebenarnya maling?
Dan siapa yang harus mengejar?
Kalau urusan keamanan bukan kebutuhan
Maka mereka jangan pernah disalahkan
Dua orang peronda yang kesepian
Dua manusia mudah ditiup setan
Maka merekalah,
Maling itulah.
DUA
MALAM BERTENGGER DI UJUNG DEDAUNAN BAMBU. ANGIN MENIUPNYA
PERLAHAN. DAUN-DAUN BERGOYANG DALAM REMANG. BATANG-BATANG BAMBU SALING
SINGGUNG, MENGHASILKAN SUARA YANG MENGHANYUTKAN. REMBULAN MENGGELINDING
MELINDAS KUMPULAN BINTANG HINGGA BERKEPING. SUARA GESEKAN REMBULAN DENGAN
SERPIHAN BINTANG BEGITU MENYAYAT HATI.
DI TENGAH PERDEBATAN DENGKUR WARGA MASYARAKAT, DI SANALAH
SEBENARNYA INI SEMUA BERAWAL. SAAT ANJING-ANJING MENGGONGGONG DENGAN PERKASA.
DI SAAT KELELAWAR MENGGEROGOTI BUAH-BUAH. DI SAAT MIMPI MENIMANG SIAPA SAJA.
DI SANALAH DUA ORANG SEDANG TERJAGA.
KETIKA CAHAYA SEADANYA MUNCUL, DUA ORANG ITU MENGENDAP-ENDAP.
KAM :
Aman?
LING :
Mungkin.
KAM :
Kok mungkin?
LING :
Siapa saja bisa jadi maling.
KAM :
Siapa saja?
LING :
Iya.
KAM :
Bupati?
LING :
Bisa.
KAM :
Lurah?
LING :
Mungkin.
KAM :
Seniman teater?
LING :
Mustahil.
KAM :
Katamu siapa saja?
LING :
Maling apa? Hidup saja susah. Yang ada malah berkorban.
Kecuali—
KAM :
Kecuali?
LING :
Kecuali maling yang akting jadi seniman teater.
KAM :
Bisa juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar