“Berhati-hatilah, penipuan juga terjadi di dunia teater.”
Sangat lazim kita menyaksikan
sebuah kelompok teater memajang pengumuman pencarian anggota baru, baik
itu kelompok teater independen, kampus, hingga sekolah menengah. Di sana dicantumkan
berbagai hal yang dapat dipelajari setelah menjadi anggota sebuah kelompok
teater, diantaranya adalah keaktoran, penyutradaraan, artistik (musik,
panggung, lampu) hingga sastra (puisi, cerpen dan naskah lakon). Tapi jangan
mudah percaya.
Kenapa?
Pada kenyataannya sebagian besar komunitas
teater mencantumkan minat sastra hanya untuk menarik perhatian para calon
anggota. Sebagian besar proses pembelajaran sastra dalam sebuah komunitas
teater sangatlah terpinggirkan bila dibandingkan proses berteater.
Naskah teater—sebagai sebuah
karya sastra yang paling dekat dengan dunia teater—pun dianggap hanya berperan
sangat kecil pada sebuah sajian pertunjukan teater. Kelompok-kelompok teater—kini—lebih sering mementaskan naskah-naskah yang telah ada, alih-alih mementaskan naskah karya anggotanya. Belum lagi kalau kita bicara
soal pengembangan kemampuan penulisan puisi dan cerpen yang sama sekali tidak
disentuh.
Rasanya memang terlalu “bohong” dalam pencantuman sastra sebagai salah satu pembelajaran di dunia teater bila tidak
secara serius mampu dan mau dilakukan dalam sebuah kelompok teater. Maka tak
perlu “gengsi” bila tidak mencantumkannya di publikasi recruitment anggota baru,
tentu jika memang tidak melakukannya. Tak perlulah melakukan kebohongan yang
berlarut-larut dan mentradisi.
Tentu pendapat di atas tidak bisa
digeneralisir begitu saja. Masih ada kelompok teater yang benar-benar
melakukan pembinaan serius terhadap anggotanya untuk menguasai bidang sastra. Dan
kita berharap memang semuanya perlahan akan melakukannya. Jujur,
sejujur-jujurnya. Sebab teater adalah kejujuran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar